Karakteristik
penting dari analisis
wacana kritis yakni sebagai
berikut;
a. Tindakan
Karakter
penting pertama dalam analisis wacana kritis yaitu wacana dipahami sebagai tindakan. Dengan pemahaman ini, wacana disosialisasikan sebagai bentuk
interaksi. Wacana tidak didudukkan seperti dalam ruang tertutup dan hanya
berlaku secara internal semata. Ketika seseorang berbicara, maka dia
menggunakan bahasa untuk tujuan berinteraksi dengan orang lain melalui
komunikasi bahasa verbal. Dia berbicara
bisa jadi untuk
meminta atau memberi
informasi, melarang seseorang untuk tidak
melakukan sesuatu, mempengaruhi
orang lain agar
mengikuti jalan pikirannya, membujuk
seseorang untuk menyetujui
dan melaksanakan apa
yang menjadi keinginannya, dan sebagainya.
Dalam
karakteristik tindakan, analisis wacana kritis memandang bahwa wacana memiliki
beberapa konsekuensi. Konsekuensi
pertama, wacana dipandang sebagai
sesuatu yang memiliki
tujuan; apakah untuk
mempengaruhi orang lain, mendebat,
membujuk, menyanggah, memotivasi,
bereaksi, melarang, dan sebagainya.
Kedua, wacana dipahami
sebagai sesuatu yang
diekspresikan secara sadar, terkontrol,
bukan sesuatu yang
diluar kendali atau
diekspresikan di luar kesadaran.
b. Konteks
Memahami analisis
wacana tidak hanya
memahami bahasa sebagai mekanisme internal
dari linguistik semata,
melainkan juga hendaknya
melihat unsur di luar bahasa. Guy Cook (dalam Sobur,2009:56) mengatakan bahwa
wacana meliputi teks dan
konteks. Teks merupakan semua
bentuk bahasa, bukan
hanya kata-kata yang tercetak
di lembar kertas,
tetapi juga semua
jenis ekspresi komunikasi, ucapan,
musik, gambar, efek
suara, citra, dan
sebagainya. Konteks merupakan semua
situasi dan hal
yang berada di
luar teks dan
mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi
dimana teks diproduksi, fungsi yang dimaksudkan,
dan lain sebagainya. Adapun wacana disini,
kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks.
Eriyanto
(2001:8) melihat bahwa titik perhatian analisis
wacana ialah menggambarkan
teks dan konteks
secara bersama-sama dalam suatu
proses komunikasi. Di
sini, dibutuhkan tidak
hanya proses kognisi dalam
arti umum, tetapi
juga gambaran spesifik
dari budaya yang
dibawa. Lebih lanjut Eriyanto (2001:8)
menyebutkan beberapa konteks yang penting karena berpengaruh
terhadap produksi wacana.
Secara umum, konteks
tersebut terbagi menjadi dua. Pertama, jenis kelamin, umur, pendidikan,
kelas sosial, etnik, agama, dalam
banyak hal relevan
dalam menggambarkan wacana. Kedua,
setting sosial tertentu, seperti
tempat, waktu, posisi
pembicara dan pendengar
atau lingkungan fisik adalah
konteks yang berguna
untuk mengerti suatu
wacana.
c. Historis
Analisis wacana
kritis tidak hanya mencari
tahu kapan tentang
sesuatu hal terjadi,
namun menggunakannya untuk mengetahui lebih lanjut tentang mengapa
wacana tersebut dibangun. Aspek historis ini menjadi salah satu penuntun untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Eriyanto (2001:9) menyebut bahwa salah satu aspek
yang penting untuk bisa mengerti
suatu teks ialah
dengan menempatkan wacana
tersebut dalam konteks historis tertentu.
Eriyanto memberi contoh
melakukan analisis wacana
teks selebaran mahasiswa yang menentang Suharto.
d. Kekuasaan
Menurut Eriyanto
(2001:9) setiap wacana yang
muncul dalam bentuk teks, percakapan atau apa pun, tidak dipandang sebagai
sesuatu yang alamiah,
wajar, dan netral,
tetapi merupakan bentuk
pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan
antara wacana dan masyarakat,
misalnya: kekuasaan laki-laki
dalam wacana mengenai
seksisme, kekuasaan kaum kulit
putih atas kulit
hitam, atau kekuasaan
perusahaan yang berbentuk dominasi
pengusaha kelas atas
kepada bawahan, dan
sebagainya. Dalam hal ini, pemakai bahasa bukan hanya pembicara,
penulis, pendengar, atau pembaca, namun ia
juga bagian dari
anggota kategori sosial
tertentu, bagian dari
kelompok profesional, agama, komunitas atau masyarakat tertentu.
e. Ideologi
Analisis wacana
kritis menganlisis ideologi
yang tersembunyi dalam penggunaan bahasa dalam teks lisan dan
tulisan. Ideologi merupakan kajian
sentral dalam analisis
wacana kritis. Hal ini menurut
Eriyanto (2001:13) karena
teks, percakapan, dan
lainnya adalah bentuk dari praktik
ideologi atau pencerminan dari ideologi
tertentu. Wacana dalam pendekatan ini dipandang sebagai
medium oleh kelompok
yang dominan untuk mempengaruhi dan mengomunikasikan kepada
khalayak kekuasaan dan
dominasi yang mereka miliki,
sehingga kekuasaan dan
dominasi tersebut tampak
sah dan benar.
Van Dijk
(1991:118) menyatakan apabila
kognisi sosial dalam
kelompok sosial kegiatan sosial
yang seharusnya berbeda,
namun ternyata memiliki kesamaan, maka hal itu
sudah ada dalam kerangka
fundamental yang sama, yaitu ideologi. Ideologi berbentuk
norma dasar, nilai, dan prinsip-prinsip lain digerakkan oleh realisasi minat
dan tujuan dari sebuah kelompok, melalui reproduksi dan usaha legitimasi kekuasaannya. Ada beberapa
implikasi yang berkaitan dengan
ideologi ; Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial,
tidak personal atau
individual: ia membutuhkan share
di antara anggota kelompok
organisasi atau kolektivitas
dengan orang lainnya. Hal yang di-share-kan
tersebut bagi anggota
kelompok digunakan untuk membentuk solidaritas dan
kesatuan langkah dalam
bertindak dan bersikap.
Kedua, ideologi meskipun bersifat
sosial, ia digunakan secara internal di antara anggota kelompok. Oleh
karena itu, ideologi
tidak hanya menyediakan fungsi
koordinatif dan kohesi tetapi juga membentuk
identitas diri kelompok,
membedakan dengan kelompok lain.
Post a Comment
Post a Comment