Konsep Konstruksi sosial atau realitas ini dikenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Berger bersama Thomas Luckman. Tesis utama dari Berger; manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis dan plural secara terus menerus. Menurutnya Masyarakat adalah produk manusia, namun secara terus menerus mempunyai aksi kembali terhadap penghasilnya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat.
Menurut Berger, ada tiga tahap dari peristiwa. Pertama, eksternalisasi yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia kedalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Kedua, Objektivasi yaitu hasil yang telah dicapai, baik fisik maupun mental dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Ketiga, internalisasi yaitu lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif kedalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial.
Lewat proses objektivisasi, masyarakat menjadi suatu realitas. Hasil dari eksternalisasi - kebudayaan - itu misalnya, menusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya, atau kebudayaan non-materiil dalam bntuk bahasa. alat maupun bahasa merupakan kegiatan eksternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, hasil dari kegiatan manusia. dan produk alat ataupun bahasa menjadi realitas objektif.
Menurut Berger, REALITAS ITU TIDAK DIBENTUK SECARA ILMIAH, tetapi dibentuk dan dikontruksi. dengan pemahaman ini, realitas itu berwajah ganda atau plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda - beda atas suatu realitas. Karna, setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu AKAN MENAFSIRKAN realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.
Seperti Contoh DEMONSTRASI GERAKAN MAHASISWA. Satu kelompok bisa jadi mengkonstruksi gerakan mahasiswa sebagai anarkis, diluar batas dan mengganggu masyarakat serta dijadikan alat permainan elit politik tertentu. Akan tetapi, orang dari kelompok sosial lain, bisa jadi mengkonstruksi gerakan mahasiswa itu sebagai memperjuangkan nasib rakyat dan berjuang tanpa pamrih. tentu, konstruksi itu dibuat dg legitimasi tertentu, sumber kebenaran tertentu, bahwa apa yg mereka katakan dan percayai adalah benar dan punya dasar yang kuat.
Anda berada dimana, tentu anda punya dasar dan asumsi yang kuat bukan? dan itu bisa berbeda dg yg lain.... Think About it
Ok kita lanjut kepada konstruksi teks berita....
Eriyanto menyatakan bahwa TEKS BERITA TIDAK DAPAT DISAMAKAN DENGAN SEBUAH KOPI DARI REALITAS, NAMUN HARUS DIPANDANG SEBAGAI KONSTRUKSI ATAS REALITAS. Ini menyebabkan satu peristiwa yang sama dikonstruksi berbeda - beda.
Wartawan bisa jadi menjadi pemandangan dan konsepsi yg berbeda yg ketika melihat suatu peristiwa dan dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa itu yang diwujudkan dalam teks berita.
Teks berita, dalam konstruksi sosial bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil. disini realitas bukan dioper begitu saja sebagai sebuah berita, namun sebagai produk dari interaksi antara wartawan dg fakta. dalam proses internalisasi, wartawan dilanda realitas yg diamati oleh wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan. namun dalam proses eksternalisasi, wartawan menceburkan diri utk memaknai realitas.
Contoh; kerusuhan antar suku di Sampit. Proses pertama; Eksternalisasi. Wartawan datang ke Sampit, mempunyai konsepsi dan kerangka pemahaman tersendiri ttg peristiwa sampit itu.
Proses kedua, internalisasi. ketika wartawan berada di Sampit, ia melihat begitu banyak peristiwa. ada mayat terpotong kepalanya, ada rumah terbakar, dan berbagai peristiwa lain. Aneka peristiwa itu di Internalisasi melalui observasi dan dilihat oleh Wartawan. Berita, terjadi karna ada kedua proses dan interaksi dari keduanya.
Demikian ketika seorang melakukan wawancarai narasumber, terjadi interaksi antara wartawan dan narasumber. Teks berita terbentuk dari interaksi dua proses tersebut, bukan operan langsung realitas dari yg dikatakan oleh narasumber dan ditulis oleh wartawan kedalam berita. Namun ada proses eksternalisasi yakni pertanyaan-pertanyaan yg diajukan dan juga sudut penggambaran yg dibuat oleh pewawancara yg membatasi pandangan narasumber. belum lagi ditambah bagaimana hubungan kedekatan antara wartawan dan narasumber. proses ini menghasilkan wawancara yg kita baca di Surat Kabar atau lihat di Tv.
begitulah konstruksi berita dibentuk.
Selanjutnya ; Media dan Berita dilihat dari Paradigma Konstruksionis
Referensi :
Eriyanto. (2002). Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media,. LKIS : Yogyakarta. Baca dari Halaman 13 - 19.
Menurut Berger, ada tiga tahap dari peristiwa. Pertama, eksternalisasi yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia kedalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Kedua, Objektivasi yaitu hasil yang telah dicapai, baik fisik maupun mental dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Ketiga, internalisasi yaitu lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif kedalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial.
Lewat proses objektivisasi, masyarakat menjadi suatu realitas. Hasil dari eksternalisasi - kebudayaan - itu misalnya, menusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya, atau kebudayaan non-materiil dalam bntuk bahasa. alat maupun bahasa merupakan kegiatan eksternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, hasil dari kegiatan manusia. dan produk alat ataupun bahasa menjadi realitas objektif.
Menurut Berger, REALITAS ITU TIDAK DIBENTUK SECARA ILMIAH, tetapi dibentuk dan dikontruksi. dengan pemahaman ini, realitas itu berwajah ganda atau plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda - beda atas suatu realitas. Karna, setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu AKAN MENAFSIRKAN realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.
Seperti Contoh DEMONSTRASI GERAKAN MAHASISWA. Satu kelompok bisa jadi mengkonstruksi gerakan mahasiswa sebagai anarkis, diluar batas dan mengganggu masyarakat serta dijadikan alat permainan elit politik tertentu. Akan tetapi, orang dari kelompok sosial lain, bisa jadi mengkonstruksi gerakan mahasiswa itu sebagai memperjuangkan nasib rakyat dan berjuang tanpa pamrih. tentu, konstruksi itu dibuat dg legitimasi tertentu, sumber kebenaran tertentu, bahwa apa yg mereka katakan dan percayai adalah benar dan punya dasar yang kuat.
Anda berada dimana, tentu anda punya dasar dan asumsi yang kuat bukan? dan itu bisa berbeda dg yg lain.... Think About it
Ok kita lanjut kepada konstruksi teks berita....
Eriyanto menyatakan bahwa TEKS BERITA TIDAK DAPAT DISAMAKAN DENGAN SEBUAH KOPI DARI REALITAS, NAMUN HARUS DIPANDANG SEBAGAI KONSTRUKSI ATAS REALITAS. Ini menyebabkan satu peristiwa yang sama dikonstruksi berbeda - beda.
Wartawan bisa jadi menjadi pemandangan dan konsepsi yg berbeda yg ketika melihat suatu peristiwa dan dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa itu yang diwujudkan dalam teks berita.
Teks berita, dalam konstruksi sosial bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil. disini realitas bukan dioper begitu saja sebagai sebuah berita, namun sebagai produk dari interaksi antara wartawan dg fakta. dalam proses internalisasi, wartawan dilanda realitas yg diamati oleh wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan. namun dalam proses eksternalisasi, wartawan menceburkan diri utk memaknai realitas.
Contoh; kerusuhan antar suku di Sampit. Proses pertama; Eksternalisasi. Wartawan datang ke Sampit, mempunyai konsepsi dan kerangka pemahaman tersendiri ttg peristiwa sampit itu.
- Ada yg melihat peristiwa Sampit sbg kepentingan Orde Baru utk menjatuhkan Gus Dur.
- Ada juga yang melihat kasus Sampit sbg masalah budaya ; pertentangan antara suku Madura dg Suku Dayak.
- Ada yg melihat kasus Sampit sbg masalah politik, rebutan kekuasaan, baik ditingkat lokal maupun orang pusat yang memperebutkan jabatan.
Proses kedua, internalisasi. ketika wartawan berada di Sampit, ia melihat begitu banyak peristiwa. ada mayat terpotong kepalanya, ada rumah terbakar, dan berbagai peristiwa lain. Aneka peristiwa itu di Internalisasi melalui observasi dan dilihat oleh Wartawan. Berita, terjadi karna ada kedua proses dan interaksi dari keduanya.
Demikian ketika seorang melakukan wawancarai narasumber, terjadi interaksi antara wartawan dan narasumber. Teks berita terbentuk dari interaksi dua proses tersebut, bukan operan langsung realitas dari yg dikatakan oleh narasumber dan ditulis oleh wartawan kedalam berita. Namun ada proses eksternalisasi yakni pertanyaan-pertanyaan yg diajukan dan juga sudut penggambaran yg dibuat oleh pewawancara yg membatasi pandangan narasumber. belum lagi ditambah bagaimana hubungan kedekatan antara wartawan dan narasumber. proses ini menghasilkan wawancara yg kita baca di Surat Kabar atau lihat di Tv.
begitulah konstruksi berita dibentuk.
Selanjutnya ; Media dan Berita dilihat dari Paradigma Konstruksionis
Referensi :
Eriyanto. (2002). Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media,. LKIS : Yogyakarta. Baca dari Halaman 13 - 19.
ReplyDeleteI read this paragraph completely concerning the difference of most up-to-date and earlier technologies, it's awesome article. outlook 365 email login